Berpulangnya Mgr. Johannes Pujasumarta, Uskup Agung Semarang
pada hari Selasa, 10 Nopember 2015 membuat umat katolik di Keuskupan Agung
Semarang bersedih. Upacara Penghormatan terakhir selalu dihadiri oleh banyak
orang, bahkan tidak hanya orang katolik saja, melainkan orang-orang yang
berkeyakinan lain turut berduka atas kepergian Mgr. Johannes Pujasumarta
menghadap Bapa di Surga.
Berita-berita di surat kabar cetak, media on line, ataupun
media sosial juga memuat pula liputan upacara perayaan ekaristi di Gereja
Katedral, di kapel Seminari Tinggi Kentungan, sampai dengan upacara pemakaman
yang diadakan di Komplek Makam para imam diosesan Keuskupan Agung Semarang di
Kentungan.
Meski kita bersedih, tetapi kita juga layak bersyukur atas warisan
yang ditinggalkan oleh Bapak Uskup Mgr. Johannes Pujasumarta untuk kita semua.
Warisan tersebut bukanlah berbentuk uang miliaran, sebidang tanah yang luas,
emas berkilo-kilo, atau barang berharga lainnya. Tetapi warisan yang diberikan
oleh Mgr. Johannes Pujasumarta adalah teladan yang beliau tunjukkan selama
hidupnya untuk kita. Sikap teladan itu
diantaranya:
Ketaatan dalam
Melayani
Teladan ketaatan Mgr Johannes Pujasumarta dapat kita lihat
saat beliau berkenan menahbiskan Diakon Fransisco El Tara menjadi imam untuk
Keuskupan Agung Semarang pada tanggal 15 Oktober 2015 yang lalu. Dalam keadaan
sakit, beliau tetap berkeinginan menahbiskan Diakon El Tara dengan didampingi
oleh Mgr. Pius Riana Prabdi (Uskup Ketapang). Sebenarnya tim dokter tidak
mengijinkan 100% karena melihat kondisi Mgr Johannes Pujasumarta yang kurang
memungkinkan, tetapi melihat keinginan dan semangat yang kuat dalam diri
monsignur, pada akhirnya tim dokter memberi lampu hijau kepada Mgr. Johannes Pujasumarta
untuk menghadiri upacara pentahbisan itu. Semboyan “Duc in Altum” dan sikap seperti Burung Pelikan (Lambang Keuskupan
Agung Semarang) benar-benar diimani oleh Mgr. Johannes Pujasumarta dalam
penggembalaannya.
Kesederhanaan
Mgr. Johannes Pujasumarta tidak pernah berpenampilan yang
super wah, dalam kesehariannya beliau selalu tampil sederhana. Bahkan menurut
para imam, saat pertemuan-pertemuan bersama para imam, Mgr Johannes Pujasumarta
lebih senang memakai kaos dan sandal seadanya. Menurut orang-orang yang dekat
dengan beliau, Mgr Johannes Pujasumarta tidak pernah berubah, baik saat menjadi
pastor, vikjend Keuskupan Agung Semarang, Uskup Bandung, maupun Uskup Keuskupan
Agung Semarang sikapnya tetap sama, yaitu sederhana.
Berkawan dengan Siapa
Saja
Mgr. Johannes Pujasumarta tidak memilih-milih dalam
berkawan, dengan siapa saja Mgr. Johannes Pujasumarta mau berteman dan
bersahabat. Baik melalui perjumpaan secara langsung ataupun melalui akun-akun
yang dimilikinya di dunia maya. Mgr. Johannes Pujasumarta memang mencintai
dunia maya, bahkan oleh rekan-rekan Uskup, beliau dijuluki sebagai “Uskup
Internet Indonesia”.
Pasrah akan Kehendak
Tuhan
Sikap pasrah itu ditunjukkan oleh Mgr Johannes Pujasumarta
saat ia mengatakan, “Jangan meminta untuk
kesembuhan saya, tetapi doakan saja yang terbaik untuk diri saya.” Ungkapan
tersebut mungkin sangat sederhana, tetapi mengandung sikap pasrah dan percaya
bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk beliau.
Teladan-teladan yang ditinggalkan oleh Mgr. Johannes
Pujasumarta untuk kita semua merupakan warisan yang sangat berharga dan
melebihi harta duniawi yang bisa sewaktu-waktu hilang karena dicuri orang.
Karenanya kita layak mencontoh teladan tersebut, dan berusaha menerapkan
sikap-sikap yang ditunjukkan oleh Mgr. Johannes Pujasumarta semasa hidupnya.
Terima Kasih Mgr. Johannes Pujasumarta, atas warisan yang
engkau berikan kepada kami.
* Natalia Anindiya
(Dosen Pengampu : G. Daru Wijoyoko)